sumber: https://frizalandita.wordpress.com/2014/02/17/sistem-ketatanegaraan-ri-berdasarkan-uud-1945/
I. Kedudukan Pancasila dalam sistem Ketatanegaraan RI
Dapat kita ketahui bahwa pancasila dalam konteks ketatanegaraan RI. Dalam beberapa tahun ini Indonesia mengalami perubahan yang sangat mendasar mengenai system ketatanegaraan. Dalam hal perubahan tersebut Secara umum dapat kita katakan bahwa perubahan mendasar setelah empat kali amandemen UUD 1945 ialah komposisi dari UUD tersebut, yang semula terdiri atas Pembukaan, Batang Tubuh dan Penjelasannya, berubah menjadi hanya terdiri atas Pembukaan dan pasal-pasal. Penjelasan UUD 1945, yang semula ada dan kedudukannya mengandung kontroversi karena tidak turut disahkan oleh PPKI tanggal 18 Agustus 1945, dihapuskan. Materi yang dikandungnya, sebagian dimasukkan, diubah dan ada pula yang dirumuskan kembali ke dalam pasal-pasal amandemen. Perubahan mendasar UUD 1945 setelah empat kali amandemen, juga berkaitan dengan pelaksana kedaulatan rakyat, dan penjelmaannya ke dalam lembaga-lembaga negara. Sebelum amandemen, kedaulatan yang berada di tangan rakyat, dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Majelis yang terdiri atas anggota-anggota DPR ditambah dengan utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan itu, demikian besar dan luas kewenangannya. Antara lain mengangkat dan memberhentikan Presiden, menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara, serta mengubah Undang-Undang Dasar.
Rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggaraan negara belum cukup didukung ketentuan konstitusi yang memuat aturan dasar tentang kehidupan yang demokratis, supremasi hukum, pemberdayaan rakyat, penghormatan hak asasi manusia dan otonomi daerah. Hal ini membuka peluang bagi berkembangnya praktek penyelengaraan negara yang tidak sesuai dengan Pembukaan UUD 1945, antara lain sebagai berikut:
a. Tidak adanya check and balances antar lembaga negara dan kekuasaan terpusat pada presiden.
b. Infra struktur yang dibentuk, antara lain partai politik dan organisasi masyarakat.
c. Pemilihan Umum (Pemilu) diselenggarakan untuk memenuhi persyaratan demokrasi formal karena seluruh proses tahapan pelaksanaannya dikuasai oleh pemerintah.
d. Kesejahteraan sosial berdasarkan Pasal 33 UUD 1945 tidak tercapai, justru yang berkembang adalah sistem monopoli dan oligopoli.
a. Tidak adanya check and balances antar lembaga negara dan kekuasaan terpusat pada presiden.
b. Infra struktur yang dibentuk, antara lain partai politik dan organisasi masyarakat.
c. Pemilihan Umum (Pemilu) diselenggarakan untuk memenuhi persyaratan demokrasi formal karena seluruh proses tahapan pelaksanaannya dikuasai oleh pemerintah.
d. Kesejahteraan sosial berdasarkan Pasal 33 UUD 1945 tidak tercapai, justru yang berkembang adalah sistem monopoli dan oligopoli.
Walaupun sudah banyak lembaga yang terdapat didalamnya namun kenyataannya aplikasi belum bisa dijalankan. Sistem ketatanegaraan bangsa Indonesia sudah memadai namun aplikasinya masih belum sesuai dengan yang diharapkan. Aplikasi yang menjalankannya belum seperti yang diharapkan.
II. Sistem Pemerintahan di Indonesia
I. Sistem Pemerintahan Negara Indonesia Berdasar UUD 1945 sebelum Diamandemen.
Sistem pemerintahan ini tertuang dalam penjelasan UUD 1945 tentang 7 kunci pokok sistem pemerintahan. Yaitu :
Sistem pemerintahan ini tertuang dalam penjelasan UUD 1945 tentang 7 kunci pokok sistem pemerintahan. Yaitu :
• Indonesia adalah Negara yang berdasar atas hukum (rechtsstaat)
• Sistem Konstitusional.
• Kekuasaan tertinggi di tangan MPR
• Presiden adalah penyelenggara pemerintah Negara yang tertinggi di bawah MPR.
• Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR.
• Menteri Negara adalah pembantu presiden, dan tidak bertanggung jawab terhadap DPR.
• Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas.
• Sistem Konstitusional.
• Kekuasaan tertinggi di tangan MPR
• Presiden adalah penyelenggara pemerintah Negara yang tertinggi di bawah MPR.
• Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR.
• Menteri Negara adalah pembantu presiden, dan tidak bertanggung jawab terhadap DPR.
• Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas.
Berdasarkan tujuh kunci pokok tersebut, sistem pemerintahan Indonesia menurut UUD 1945 menganut sistem pemerintahan presidensial.
Sistem pemerintahan ini dijalankan semasa Orde Baru dibawah kepemimpinan Presiden Suharto.
Ciri dari sistem pemerintahan presidensial ini adalah adanya kekuasaan yang amat besar pada lembaga kepresidenan.
Sistem pemerintahan ini dijalankan semasa Orde Baru dibawah kepemimpinan Presiden Suharto.
Ciri dari sistem pemerintahan presidensial ini adalah adanya kekuasaan yang amat besar pada lembaga kepresidenan.
Pada saat sistem pemerintahan ini, kekuasaan presiden berdasar UUD 1945 adalah sebagai berikut :
• Pemegang kekuasaan legislative.
• Pemegang kekuasaan sebagai kepala pemerintahan.
• Pemegang kekuasaan sebagai kepala Negara.
• Panglima tertinggi dalam kemiliteran.
• Berhak mengangkat & melantik para anggota MPR dari utusan daerah atau golongan.
• Berhak mengangkat para menteri dan pejabat Negara.
• Berhak menyatakan perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan Negara lain.
• Berhak mengangkat duta dan menerima duta dari Negara lain.
• Berhak memberi gelaran, tanda jasa, dan lain – lain tanda kehormatan.
• Berhak memberi grasi, amnesty, abolisi, dan rehabilitasi.
• Pemegang kekuasaan sebagai kepala pemerintahan.
• Pemegang kekuasaan sebagai kepala Negara.
• Panglima tertinggi dalam kemiliteran.
• Berhak mengangkat & melantik para anggota MPR dari utusan daerah atau golongan.
• Berhak mengangkat para menteri dan pejabat Negara.
• Berhak menyatakan perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan Negara lain.
• Berhak mengangkat duta dan menerima duta dari Negara lain.
• Berhak memberi gelaran, tanda jasa, dan lain – lain tanda kehormatan.
• Berhak memberi grasi, amnesty, abolisi, dan rehabilitasi.
Dampak negatif yang terjadi dari sistem pemerintahan yang bersifat presidensial ini adalah sebagai berikut :
• Terjadi pemusatan kekuasaan Negara pada satu lembaga, yaitu presiden.
• Peran pengawasan & perwakilan DPR semakin lemah.
• Pejabat – pejabat Negara yang diangkat cenderung dimanfaat untuk loyal dan mendukung kelangsungan kekuasaan presiden.
• Kebijakan yang dibuat cenderung menguntungkan orang – orang yang dekat presiden.
• Menciptakan perilaku KKN.
• Terjadi personifikasi bahwa presiden dianggap Negara.
• Rakyat dibuat makin tidak berdaya, dan tunduk pada presiden.
• Peran pengawasan & perwakilan DPR semakin lemah.
• Pejabat – pejabat Negara yang diangkat cenderung dimanfaat untuk loyal dan mendukung kelangsungan kekuasaan presiden.
• Kebijakan yang dibuat cenderung menguntungkan orang – orang yang dekat presiden.
• Menciptakan perilaku KKN.
• Terjadi personifikasi bahwa presiden dianggap Negara.
• Rakyat dibuat makin tidak berdaya, dan tunduk pada presiden.
Dampak positif yang terjadi dari sistem pemerintahan yang bersifat presidensial ini adalah sebagai berikut :
• Presiden dapat mengendalikan seluruh penyelenggaraan pemerintahan.
• Presiden mampu menciptakan pemerintahan yang kompak dan solid.
• Sistem pemerintahan lebih stabil, tidak mudah jatuh atau berganti.
• Konflik dan pertentangan antar pejabat Negara dapat dihindari.
• Presiden mampu menciptakan pemerintahan yang kompak dan solid.
• Sistem pemerintahan lebih stabil, tidak mudah jatuh atau berganti.
• Konflik dan pertentangan antar pejabat Negara dapat dihindari.
Indonesia memasuki era reformasi. Dimana bangsa Indonesia ingin dan bertekad untuk menciptakan sistem pemerintahan yang demokratis. Oleh karena itu perlu disusun pemerintahan berdasarkan konstitusi (konstitusional). Yang bercirikan sebagai berikut :
• Adanya pembatasan kekuasaan ekskutif.
• Jaminan atas hak – hak asasi manusia dan warga Negara.
• Adanya pembatasan kekuasaan ekskutif.
• Jaminan atas hak – hak asasi manusia dan warga Negara.
II. Sistem Pemerintahan Negara Indonesia Berdasar UUD 1945 setelah Diamandemen.
Pokok – pokok sistem pemerintahan ini adalah sebagai berikut :
Pokok – pokok sistem pemerintahan ini adalah sebagai berikut :
• Bentuk Negara kesatuan dengan prinsip otonomi yang luas. Wilayah Negara terbagi menjadi beberapa provinsi.
• Bentuk pemerintahan adalah Republik.
• Sistem pemerintahan adalah presidensial.
• Presiden adalah kepala Negara sekaligus kepala pemerintahan.
• Kabinet atau menteri diangkat oleh presiden dan bertanggung jawab kepada presiden.
• Parlemen terdiri atas dua (bikameral), yaitu DPR dan DPD.
• Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh mahkamah agung dan badan peradilan di bawahnya.
• Bentuk pemerintahan adalah Republik.
• Sistem pemerintahan adalah presidensial.
• Presiden adalah kepala Negara sekaligus kepala pemerintahan.
• Kabinet atau menteri diangkat oleh presiden dan bertanggung jawab kepada presiden.
• Parlemen terdiri atas dua (bikameral), yaitu DPR dan DPD.
• Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh mahkamah agung dan badan peradilan di bawahnya.
Sistem pemerintahan ini pada dasarnya masih menganut sitem presidensial. Hal ini terbukti dengan presiden sebagai kepala Negara dan kepala pemerintahan. Presiden juga berada di luar pengawasan langsung DPR dan tidak bertanggung jawab terhadap parlemen.
Beberapa variasi dari sistem pemerintahan presidensial di Indonesia adalah sebagai berikut :
• Presiden sewaktu – waktu dapat diberhentikan MPR atas usul dan pertimbangan dari DPR.
• Presiden dalam mengangkat pejabat Negara perlu pertimbangan dan/atau persetujuan DPR.
• Presiden dalam mengeluarkan kebijakan tertentu perlu pertimbangan dan/atau persetujuan DPR.
• Parlemen diberi kekuasaan yang lebih besar dalam hal membentuk undang – undang dan hak budget (anggaran).
• Presiden dalam mengangkat pejabat Negara perlu pertimbangan dan/atau persetujuan DPR.
• Presiden dalam mengeluarkan kebijakan tertentu perlu pertimbangan dan/atau persetujuan DPR.
• Parlemen diberi kekuasaan yang lebih besar dalam hal membentuk undang – undang dan hak budget (anggaran).
Dengan demikian, ada perubahan – perubahan baru dalam sistem pemerintahan Indonesia. Hal itu diperuntukkan dalam memperbaiki sistem presidensial yang lama. Perubahan baru tersebut, antara lain adanya pemilihan presiden secara langsung, sistem bicameral, mekanisme check and balance, dan pemberian kekuasaan yang lebih besar kepada parlemen untuk melakukan pengawasan dan fungsi anggaran.
III. Lembaga Negara
STRUKTUR KELEMBAGAAN NEGARA RI SEBELUM UUD 1945 DIAMANDEMEN
1. Tugas MPR : Mengangkat dan memberhentikan Presiden dan Wakil Presiden dalam masa jabatannya, Melantik Presiden dan Wakil Presiden, Melakukan amandemen terhadap UUD 1945
2. Tugas DPR : Bersama Presiden menetapkan Undang-Undang, Bersama Presiden menetapkan APBN, Melakukan pengawasan terhadap Presiden dan jika DPR menganggap bahwa Presiden melanggar haluan negara yang telah ditetapkan UUD atau oleh MPR, maka dapat diundang untuk persidangan istimewa untuk meminta pertanggungjawaban Presiden.
3. DPA : Dewan Pertimbangan Agung adalah Badan Penasihat Pemerintah yang memiliki kewajiban memberi jawab atas pertanyaan Presiden serta wajib memberikan pertimbangan kepada Presiden dan memiliki hak mengajukan usul kepada Presiden.
4. BPK : Badan Pemeriksa Keuangan memiliki tugas memeriksa semua pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara. Hasil pemeriksaan diberitahukan kepada DPR.
5. MA : Mahkamah Agung memiliki tugas memberikan nasihat hukum kepada Presiden untu kpemberian atau penolakan grasi, memberikan pertimbangan-pertimbangan dalam bidang hukum baik diminta atau tidak kepada lembaga-lembaga tinggi negara.
AMANDEMEN UUD 1945
Era reformasi memberikan harapan besar bagi terjadinya perubahan menuju penyelenggaraan negara yang lebih demokratis, transparan dan memiliki akuntabiitas tinggi serta terwujudnya good governance.
Latar Belakang Amandemen UUD 1945 :
1. UUD 1945 membentuk struktur ketatanegaraan yang bertumpu pada kekuasaan tertinggi di tangan MPR yang sepenuhnya melakukan kedaulatan rakyat. Penyerahan kekuasaan tertinggi pada MPR merupakan kunci yang menyebabkan kekuasaan pemerintahan negara seakan-akan tidak memiliki khubungan dengan rakyat.
2. UUD 1945 memberikan kekuasaan yang besar pada Presiden.
3. UUD 1945 mengandung pasal-pasa yang sangat luwes sehingga dapat menimbulkan multitafsir.
4. Rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggara negaar belum cukup di dukung ketentuan konstitusi yang menatur tentang kehidupan yang demokratis, supremasi hukum, memberdayakan rakyat, penghormatan, HAM dan Otonomi daerah.
Tujuan Amandemen:
Menyempurnakan aturan dasar mengenai tatanan negara, jaminan dan perlindungan HAM, pelaksanaan kedaulatan rakyat, penyelenggaraan negara secara demokratis dan modern, jaminan konstitusional dan kewajiban negara mewujudkan kesejahteraan sosial, serta melengkapi aturan dasar yang sangat penting dalam penyelenggaraan negara bagi eksistensi negara dan perjuanagan negara mewujudkan demokrasi seperti pengaturan wilayah negara dan pemilu.
Tahapan Amandemen:
1. Amandemen ke-1 pada sidang MPR disahkan tangggal 19 Oktober 1999
2. Amandemen ke-2 pada sidang tahunan MPR disahkan tangggal 18 Agustus 2000
3. Amandemen ke-3 pada sidang tahunan MPR disahkan tangggal 10 Nopember 2001
4. Amandemen ke-4 pada sidang tahunan MPR disahkan tangggal 10 Agustus 2002
STRUKTUR KELEMBAGAAN NEGARA RI SETELAH UUD 1945 DIAMANDEMEN
Dengan terjadinya perubahan UUD 1945 berarti terjadi pula perubahan sistem ketatanegaraan RI. Perubahan tersebut antara lain :
1. MPR bukan lagi pemegang kedaulatan rakyat sehingga merubah kedudukan MPR. Lembaga ini bukan lagi sebagai lembaga tertinggi negara tetapi sebagai lembaga tinggi negara.
2. Kekuasaan DPR dalam struktur yang telah di amandemen menjadi lebih memperoleh kedudukannya karena DPR memegang kekuasaan membentuk UU yan gsebelumnya hanya berupa hak, sedang kewajiban membentuk UU ada di tangan Presiden.
3. DPA menjadi hilang dan sebagai gantinya disebut dengan Dewan Pertimbangan yang dibentuk oleh Presiden dan statusnya di bawah Presiden. Tugasnya memberi nasihat dan pertimbangan pada Presiden.
4. Kekuasaan kehakiman dipegang oleh Mahkamah Agung, Komisi Yudisial dan Mahkamah Konstitusi yang masing-masing memiliki tugas yang berbeda .
5. Bentuk NKRI sudah final tidak akan dilakukan perubahan.
Kekuasaan Kehakiman
1. Mahkamah Agung (MA) : berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundangan di bawah undang-undang terhadap UU.
2. Mahkamah Konstitusi (MK) : berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir dan keputusannya bersifat final untuk menguji UU terhadap UUD, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD, memutus tentang pembubaran parpol dan memutus perselisihan hasil pemilu.
3. Komisi Yudisial (KY) : bersifat mandiri. Berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim.
Tujuan perubahan UUD 1945 waktu itu adalah menyempurnakan aturan dasar seperti tatanan negara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi dan negara hukum, serta hal-hal lain yang sesuai dengan perkembangan aspirasi dan kebutuhan bangsa. Perubahan UUD 1945 dengan kesepakatan diantaranya tidak mengubah Pembukaan UUD 1945, tetap mempertahankan susunan kenegaraan (staat structuur) kesatuan atau selanjutnya lebih dikenal sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta mempertegas sistem pemerintahan presidensiil.
Dari Tahun 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan yang ditetapkan dalam Sidang Umum dan Sidang Tahunan MPR:
Sidang Umum MPR 1999, tanggal 14–21Oktober 1999 : PerubahanPertama UUD 1945
Sidang Tahunan MPR 2000, tanggal 7–18 Agustus 2000 :PerubahanKedua UUD 1945
Sidang Tahunan MPR 2001, tanggal 1–9 November 2001: PerubahanKetiga UUD 1945
Sidang Tahunan MPR 2002, tanggal 1–11 Agustus 2002: PerubahanKeempat UUD 1945
Sidang Umum MPR 1999, tanggal 14–21Oktober 1999 : PerubahanPertama UUD 1945
Sidang Tahunan MPR 2000, tanggal 7–18 Agustus 2000 :PerubahanKedua UUD 1945
Sidang Tahunan MPR 2001, tanggal 1–9 November 2001: PerubahanKetiga UUD 1945
Sidang Tahunan MPR 2002, tanggal 1–11 Agustus 2002: PerubahanKeempat UUD 1945
Negara adalah suatu organisasi yang meliputi wilayah, sejumlah rakyat, dan mempunyai kekuasaan berdaulat. Setiap negara memiliki sistem politik (political system) yaitu pola mekanisme atau pelaksanaan kekuasaan. Sedang kekuasaan adalah hak dan kewenangan serta tanggung jawab untuk mengelola tugas tertentu. Pengelolaan suatu negara inilah yang disebut dengan sistem ketatanegaraan.
Sistem ketatanegaraan dipelajari di dalam ilmu politik. Menurut Miriam Budiardjo (1972), politik adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu negara yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari negara itu dan melaksanakan tujuan-tujuan tersebut. Untuk itu, di suatu negara terdapat kebijakan-kebijakan umum (public polocies) yang menyangkut pengaturan dan pembagian atau alokasi kekuasaan dan sumber-sumber yang ada.
Di Indonesia pengaturan sistem ketatanegaraan diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan Peraturan Daerah. Sedangkan kewenangan kekuasaan berada di tingkat nasional sampai kelompok masyarakat terendah yang meliputi MPR, DPR, Presiden dan Wakil Presiden, Menteri, MA, MK, BPK, DPA, Gubernur, Bupati/ Walikota, sampai tingkat RT.
Lembaga-lembaga yang berkuasa ini berfungsi sebagai perwakilan dari suara dan tangan rakyat, sebab Indonesia menganut sistem demokrasi. Dalam sistem demokrasi, pemilik kekuasaan tertinggi dalam negara adalah rakyat. Kekuasaan bahkan diidealkan penyelenggaraannya bersama-sama dengan rakyat.
Pada kurun waktu tahun 1999–2002, Undang-Undang Dasar 1945 telah mengalami empat kali perubahan (amandemen). Perubahan (amandemen) Undang-Undang Dasar 1945 ini, telah membawa implikasi terhadap sistem ketatanegaraan Indonesia. Dengan berubahnya sistem ketatanegaraan Indonesia, maka berubah pula susunan lembaga-lembaga negara yang ada.
Berikut ini akan dijelaskan sistem ketatanegaraan Indonesia sebelum dan sesudah Amandemen UUD 1945.
· Sebelum Amandenen UUD 1945
Sebelum diamandemen, UUD 1945 mengatur kedudukan lembaga tertinggi dan lembaga tinggi negara, serta hubungan antar lembaga-lembaga tersebut. Undang-Undang Dasar merupakan hukum tertinggi, kemudian kedaulatan rakyat diberikan seluruhnya kepada MPR (Lembaga Tertinggi). MPR mendistribusikan kekuasaannya (distribution of power) kepada 5 Lembaga Tinggi yang sejajar kedudukannya, yaitu Mahkamah Agung (MA), Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Pertimbangan Agung (DPA) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Adapun kedudukan dan hubungan antar lembaga tertinggi dan lembaga-lembaga tinggi negara menurut UUD 1945 sebelum diamandemen, dapat diuraikan sebagai berikut:
· Pembukaan UUD 1945
Bahwa sesungguhnya Kemerdekaaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan.
Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka Rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusian yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia.
Pembukaan UUD 1945 tidak dapat dirubah karena di dalam Pembukaan UUD 1945 terdapat tujuan negara dan pancasila yang menjadi dasar negara Indonesia. Jika Pembukaan UUD 1945 ini dirubah, maka secara otomatis tujuan dan dasar negara pun ikut berubah.
· MPR
Sebelum perubahan UUD 1945, kedudukan MPR berdasarkan UUD 1945 merupakan lembaga tertinggi negara dan sebagai pemegang dan pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat. MPR diberi kekuasaan tak terbatas (Super Power). karena “kekuasaan ada di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR” dan MPR adalah “penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia” yang berwenang menetapkan UUD, GBHN, mengangkat presiden dan wakil presiden.
· MA
Mahkamah Agung (disingkat MA) adalah lembaga tinggi negaradalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegangkekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Konstitusidan bebas dari pengaruh cabang-cabang kekuasaan lainnya. Mahkamah Agung membawahi badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara.
· BPK
Badan Pemeriksa Keuangan (disingkat BPK) adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang memiliki wewenang memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Menurut UUD 1945, BPK merupakan lembaga yang bebas dan mandiri.
Anggota BPK dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah, dan diresmikan oleh Presiden.
Pasal 23 ayat (5) UUD Tahun 1945 menetapkan bahwa untuk memeriksa tanggung jawab tentang Keuangan Negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan yang peraturannya ditetapkan dengan Undang-Undang. Hasil pemeriksaan itu disampaikan kepadaDewan Perwakilan Rakyat.
· DPR
Tugas dan wewenang DPR sebelum amandemen UUD 1945 adalah memberikan persetujuan atas RUU [pasal 20 (1)], mengajukan rancangan Undang-Undang [pasal 21 (1)], Memberikan persetujuan atas PERPU [pasal 22 (2)], dan Memberikan persetujuan atas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara [pasal 23 (1)].
UUD 1945 tidak menyebutkan dengan jelas bahwa DPR memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran dan pengawasan.
· Presiden
ü Presiden memegang posisi sentral dan dominan sebagai mandataris MPR, meskipun kedudukannya tidak “neben” akan tetapi “untergeordnet”.
ü Presiden menjalankan kekuasaan pemerintahan negara tertinggi (consentration of power and responsiblity upon the president).
ü Presiden selain memegang kekuasaan eksekutif (executive power), juga memegang kekuasaan legislative (legislative power) dan kekuasaan yudikatif (judicative power).
ü Presiden mempunyai hak prerogatif yang sangat besar.
ü Tidak ada aturan mengenai batasan periode seseorang dapat menjabat sebagai presiden serta mekanisme pemberhentian presiden dalam masa jabatannya.
· Sesudah Amandemen UUD 1945
Salah satu tuntutan Reformasi 1998 adalah dilakukannya perubahan (amandemen) terhadap UUD 1945. Latar belakang tuntutan perubahan UUD 1945 antara lain karena pada masa Orde Baru, kekuasaan tertinggi di tangan MPR (dan pada kenyataannya bukan di tangan rakyat), kekuasaan yang sangat besar pada Presiden, adanya pasal-pasal yang terlalu “luwes” (sehingga dapat menimbulkan mulitafsir), serta kenyataan rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggara negara yang belum cukup didukung ketentuan konstitusi.
Tujuan perubahan UUD 1945 waktu itu adalah menyempurnakan aturan dasar seperti tatanan negara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi dan negara hukum, serta hal-hal lain yang sesuai dengan perkembangan aspirasi dan kebutuhan bangsa. Perubahan UUD 1945 dengan kesepakatan diantaranya tidak mengubah Pembukaan UUD 1945, tetap mempertahankan susunan kenegaraan (staat structuur) kesatuan atau selanjutnya lebih dikenal sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta mempertegas sistem pemerintahan presidensiil.
Sistem ketatanegaraan Indonesia sesudah Amandemen UUD 1945, dapat dijelaskan sebagai berikut: Undang-Undang Dasar merupakan hukum tertinggi dimana kedaulatan berada di tangan rakyat dan dijalankan sepenuhnya menurut UUD. UUD memberikan pembagian kekuasaan (separation of power) kepada 6 lembaga negara dengan kedudukan yang sama dan sejajar, yaitu Presiden, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Mahkamah Agung (MA), dan Mahkamah Konstitusi (MK).
a. MPR
· Lembaga tinggi negara sejajar kedudukannya dengan lembaga tinggi Negara lainnya seperti Presiden, DPR, DPD, MA, MK, BPK.
· Menghilangkan supremasi kewenangannya.
· Menghilangkan kewenangannya menetapkan GBHN.
· Menghilangkan kewenangannya mengangkat Presiden
· Tetap berwenang menetapkan dan mengubah UUD.
· Susunan keanggotaanya berubah, yaitu terdiri dari anggota Dewan Perwakilan
Rakyat dan angota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih secara langsung
melalui pemilu.
b. DPR
· Posisi dan kewenangannya diperkuat.
· Mempunyai kekuasan membentuk UU (sebelumnya ada di tangan presiden, sedangkan DPR hanya memberikan persetujuan saja) sementara pemerintah berhak mengajukan RUU.
· Proses dan mekanisme membentuk UU antara DPR dan Pemerintah.
· Mempertegas fungsi DPR, yaitu: fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan sebagai mekanisme kontrol antar lembaga negara.
c. DPD
· Lembaga negara baru sebagai langkah akomodasi bagi keterwakilan kepentingan daerah dalam badan perwakilan tingkat nasional setelah ditiadakannya utusan daerah dan utusan golongan yang diangkat sebagai anggota MPR.
· Keberadaanya dimaksudkan untuk memperkuat kesatuan Negara Republik Indonesia.
· Dipilih secara langsung oleh masyarakat di daerah melalui pemilu.
· Mempunyai kewenangan mengajukan dan ikut membahas RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, RUU lain yang berkait dengan kepentingan daerah.
d. BPK
· Anggota BPK dipilih DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD.
· Berwenang mengawasi dan memeriksa pengelolaan keuangan negara (APBN) dan daerah (APBD) serta menyampaikan hasil pemeriksaan kepada DPR dan DPD dan ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum.
· Berkedudukan di ibukota negara dan memiliki perwakilan di setiap provinsi.
· Mengintegrasi peran BPKP sebagai instansi pengawas internal departemen yang bersangkutan ke dalam BPK.
e. Presiden
· Membatasi beberapa kekuasaan presiden dengan memperbaiki tata cara pemilihan dan pemberhentian presiden dalam masa jabatannya serta memperkuat sistem pemerintahan presidensial.
· Kekuasaan legislatif sepenuhnya diserahkan kepada DPR.
· Membatasi masa jabatan presiden maksimum menjadi dua periode saja.
· Kewenangan pengangkatan duta dan menerima duta harus memperhatikan pertimbangan DPR.
· Kewenangan pemberian grasi, amnesti dan abolisi harus memperhatikan pertimbangan DPR.
· Memperbaiki syarat dan mekanisme pengangkatan calon presiden dan wakil presiden menjadi dipilih secara langsung oleh rakyat melui pemilu, juga mengenai pemberhentian jabatan presiden dalam masa jabatannya.
f. Mahkamah Agung
· Lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaan yang menyelenggarakan peradilan untuk menegakkan hukum dan keadilan [Pasal 24 ayat (1)].
· Berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peaturan perundang-undangan di bawah Undang-undang dan wewenang lain yang diberikan Undang-undang.
· Di bawahnya terdapat badan-badan peradilan dalam lingkungan Peradilan Umum, lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan militer dan lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN).
· Badan-badan lain yang yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam Undang-undang seperti : Kejaksaan, Kepolisian, Advokat/Pengacara dan lain-lain.
g. Mahkamah Konstitusi
· Keberadaanya dimaksudkan sebagai penjaga kemurnian konstitusi (the guardian of the constitution).
· Mempunyai kewenangan: Menguji UU terhadap UUD, Memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara, memutus pembubaran partai politik, memutus sengketa hasil pemilu dan memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden dan atau wakil presiden menurut UUD.
· Hakim Konstitusi terdiri dari 9 orang yang diajukan masing-masing oleh Mahkamah Agung, DPR dan pemerintah dan ditetapkan oleh Presiden, sehingga mencerminkan perwakilan dari 3 cabang kekuasaan negara yaitu yudikatif, legislatif, dan eksekutif
Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa :
1. Setelah amandemen UUD 1945 banyak perubahan terjadi, baik dalam struktur ketatanegaraan maupun perundang-undangan di Indonesia.
2. Tata urutan perundang-undangan Indonesia adalah UUD 1945, UU/ Perpu, PP, Peraturan Presiden dan Perda.
3. Lembaga-lembaga Negara menurut sistem ketatanegaraan Indonesia meliputi: MPR, Presiden, DPR, DPD, MA, MK, BPK, dan Komisi Yudisial. Lembaga pemerintahan yang bersifat khusus meliputi BI, Kejagung, TNI, dan Polri. Lembaga khusus yang bersifat independen misalnya KPU, KPK, Komnas HAM, dan lain-lain.
1. Setelah amandemen UUD 1945 banyak perubahan terjadi, baik dalam struktur ketatanegaraan maupun perundang-undangan di Indonesia.
2. Tata urutan perundang-undangan Indonesia adalah UUD 1945, UU/ Perpu, PP, Peraturan Presiden dan Perda.
3. Lembaga-lembaga Negara menurut sistem ketatanegaraan Indonesia meliputi: MPR, Presiden, DPR, DPD, MA, MK, BPK, dan Komisi Yudisial. Lembaga pemerintahan yang bersifat khusus meliputi BI, Kejagung, TNI, dan Polri. Lembaga khusus yang bersifat independen misalnya KPU, KPK, Komnas HAM, dan lain-lain.
Refrensi
http://abdulhafi.wordpress.com/2008/11/22/sistem-ketatanegaraan-indonesia-dan-pembelajarannya-di-sd/
STRUKTUR KELEMBAGAAN NEGARA RI SEBELUM UUD 1945 DIAMANDEMEN
1. Tugas MPR : Mengangkat dan memberhentikan Presiden dan Wakil Presiden dalam masa jabatannya, Melantik Presiden dan Wakil Presiden, Melakukan amandemen terhadap UUD 1945
2. Tugas DPR : Bersama Presiden menetapkan Undang-Undang, Bersama Presiden menetapkan APBN, Melakukan pengawasan terhadap Presiden dan jika DPR menganggap bahwa Presiden melanggar haluan negara yang telah ditetapkan UUD atau oleh MPR, maka dapat diundang untuk persidangan istimewa untuk meminta pertanggungjawaban Presiden.
3. DPA : Dewan Pertimbangan Agung adalah Badan Penasihat Pemerintah yang memiliki kewajiban memberi jawab atas pertanyaan Presiden serta wajib memberikan pertimbangan kepada Presiden dan memiliki hak mengajukan usul kepada Presiden.
4. BPK : Badan Pemeriksa Keuangan memiliki tugas memeriksa semua pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara. Hasil pemeriksaan diberitahukan kepada DPR.
5. MA : Mahkamah Agung memiliki tugas memberikan nasihat hukum kepada Presiden untu kpemberian atau penolakan grasi, memberikan pertimbangan-pertimbangan dalam bidang hukum baik diminta atau tidak kepada lembaga-lembaga tinggi negara.
AMANDEMEN UUD 1945
Era reformasi memberikan harapan besar bagi terjadinya perubahan menuju penyelenggaraan negara yang lebih demokratis, transparan dan memiliki akuntabiitas tinggi serta terwujudnya good governance.
Latar Belakang Amandemen UUD 1945 :
1. UUD 1945 membentuk struktur ketatanegaraan yang bertumpu pada kekuasaan tertinggi di tangan MPR yang sepenuhnya melakukan kedaulatan rakyat. Penyerahan kekuasaan tertinggi pada MPR merupakan kunci yang menyebabkan kekuasaan pemerintahan negara seakan-akan tidak memiliki khubungan dengan rakyat.
2. UUD 1945 memberikan kekuasaan yang besar pada Presiden.
3. UUD 1945 mengandung pasal-pasa yang sangat luwes sehingga dapat menimbulkan multitafsir.
4. Rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggara negaar belum cukup di dukung ketentuan konstitusi yang menatur tentang kehidupan yang demokratis, supremasi hukum, memberdayakan rakyat, penghormatan, HAM dan Otonomi daerah.
Tujuan Amandemen:
Menyempurnakan aturan dasar mengenai tatanan negara, jaminan dan perlindungan HAM, pelaksanaan kedaulatan rakyat, penyelenggaraan negara secara demokratis dan modern, jaminan konstitusional dan kewajiban negara mewujudkan kesejahteraan sosial, serta melengkapi aturan dasar yang sangat penting dalam penyelenggaraan negara bagi eksistensi negara dan perjuanagan negara mewujudkan demokrasi seperti pengaturan wilayah negara dan pemilu.
Tahapan Amandemen:
1. Amandemen ke-1 pada sidang MPR disahkan tangggal 19 Oktober 1999
2. Amandemen ke-2 pada sidang tahunan MPR disahkan tangggal 18 Agustus 2000
3. Amandemen ke-3 pada sidang tahunan MPR disahkan tangggal 10 Nopember 2001
4. Amandemen ke-4 pada sidang tahunan MPR disahkan tangggal 10 Agustus 2002
STRUKTUR KELEMBAGAAN NEGARA RI SETELAH UUD 1945 DIAMANDEMEN
Dengan terjadinya perubahan UUD 1945 berarti terjadi pula perubahan sistem ketatanegaraan RI. Perubahan tersebut antara lain :
1. MPR bukan lagi pemegang kedaulatan rakyat sehingga merubah kedudukan MPR. Lembaga ini bukan lagi sebagai lembaga tertinggi negara tetapi sebagai lembaga tinggi negara.
2. Kekuasaan DPR dalam struktur yang telah di amandemen menjadi lebih memperoleh kedudukannya karena DPR memegang kekuasaan membentuk UU yan gsebelumnya hanya berupa hak, sedang kewajiban membentuk UU ada di tangan Presiden.
3. DPA menjadi hilang dan sebagai gantinya disebut dengan Dewan Pertimbangan yang dibentuk oleh Presiden dan statusnya di bawah Presiden. Tugasnya memberi nasihat dan pertimbangan pada Presiden.
4. Kekuasaan kehakiman dipegang oleh Mahkamah Agung, Komisi Yudisial dan Mahkamah Konstitusi yang masing-masing memiliki tugas yang berbeda .
5. Bentuk NKRI sudah final tidak akan dilakukan perubahan.
Kekuasaan Kehakiman
1. Mahkamah Agung (MA) : berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundangan di bawah undang-undang terhadap UU.
2. Mahkamah Konstitusi (MK) : berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir dan keputusannya bersifat final untuk menguji UU terhadap UUD, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD, memutus tentang pembubaran parpol dan memutus perselisihan hasil pemilu.
3. Komisi Yudisial (KY) : bersifat mandiri. Berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim.
IV. Hubungan Antara Lembaga Legislatif dan Eksekutif
1. Hubungan antara MPR dan DPR
Dalam kedudukannya sebagai pemegang kekuasaan Negara tertinggi dan pemegang kedaulatan rakyat, MPR mempunyai kedudukan tertinggi di antara lembaga-lembaga tinggi Negara yang lain, dan merupakan lembaga yang mempunyai eksistensi sendiri, madiri di antara lembaga-lembaga tinggi Negara yang lain. Akan tetapi dalam hal keanggotaanya berkaitan erat dengan DPR, sebab semua anggota DPR adalah anggota MPR. Sehingga dilihat dari sisi keanggotaan, DPR merupakan bagian dari MPR.
DPR yang mempunyai fungsi pengawasan, berkewajiban senantiasa mengawasi tindakan-tindakan Presiden dalam rangka melaksanakan haluan Negara yang telah ditetapkan oleh Majelis. Oleh karena itu apabila Dewan menganggap Presiden sungguh-sungguh telah melanggar haluan Negara yang telah ditetapkan oleh UUD atau oleh Majelis, maka Dewan dapat menerima untuk diadakan siding istimewa Majelis, untuk meminta pertanggungjawaban Presiden.
Melalui fungsi pengawasan Dewan ini, Majelis dapat menilai dan mengikuti oelaksanaan UUD, Garis-garis besar daripada haluan Negara yang dilakukan oleh Presiden sebagai mandataris Majelis. Dengan demikian DPR membantu dalam memonitor dan mengikuti pelaksanaan amanat rakyat yang membantu Majelis sebagai pemegang sepenuhnya kedaulatan rakyat.
Dari sisi lain tugas pengawasan Dewan diiringi dengan kedudukan anggota Dewan yang menjadi anggota Majelis, akan memperkuat kedudukan anggota Dewan di samping Presiden sebagai kepala eksekutif. Sebab Presiden tidak akan dapat membubarkan Dewan, karena membubarkan Dewan berarti membubarkan Majelis. Namun perangkapan anggota Dewan menjadi anggota Majelis dapat mengakibatkan ketergantungan MPR sebagai Lembaga Tertinggi Negara, pemegang kedaulatan Rakyat kepala DPR. Sebab tanpa kehadiran DPR, MPR tidak akan dapat melakukan fungsinya secara efektif. Maka adanya perangkapan Pimpinan Dewan dengan Pimpinan Majelis, akan memperkuat kedudukan dan jalinan kerja sama antara kedua Lembaga Negra tersebut. Namun kiranya perlu mendapatkan perhatian bahwa MPR adalah lembaga Negara tertinggi yang mempunyai kedudukan tersendiri dan DPR adalah lembaga tinggi Negara yang kedudukannya sebagai lembaga legislative biasa dan di bawah MPR. Oleh karena itu harus dimodifikasi sedemikian rupa agar perangkapan pimpinan Dewan dan Majelis, tidak mengurangi kedudukan Majelis sebagai lembaga tertinggi Negara atau dengan kata lain harus dijaga agar kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi Negara pemegang kedaulatan rakyat tidak jadi merosot. Misalnya ketua MPR tidak merangkap menjadi ketua DPR, tetapi Pimpinan DPR secara kolektif menjadi anggota pimpinan MPR (menduduki Wakil-wakil Ketua MPR).
2. Hubungan MPR dan Presiden
UUD 1945 menetapkan bahwa Presiden dan Wkil Presiden dipilih oleh MPR. Majelis inilah yang memegang kekuasaannegara yang tertinggi, sedangkan Presiden harus mejalankan haluan Negara menurut garis-garis besar yang telah ditetapkan oleh Majelis. Presiden yang diangkat oleh Majelis bertunduk dan bertanggung jawab kepada Majelis. Ia adalah “Mandataris” dari Majelis, ia berwajis=b menjalankan putusan-putusan Majelis. Presiden tidak “neben” akan tetapi “untergeordnet” kepada Majelis. Di bawah MPR, Presiden ialah penyelenggara Pemerintah Negara yang tertinggi. Bahwa dengan adanya mandate dari Majelis tidak berarti kedudukan Majelis terlimpah pada Presiden. Presiden sebagai mendataris tidak mengganti kedudukan Majelis, tetapi sebagai pelaksana yang menjalankan keputusan-keputusan Majelis.
Ketentuan UUD dan penjelasannya tidak menegaskan secara formal bahwa MPR mempunyai kewenangan memberhentikan Presiden. Menurut pasal 7 UUD 1945, Presiden akan berhenti setelah memangku jabatanyya selama 5 tahun, dan sesudah itu dapat dipilih kembali. Adanya kewenangan Majelis memberhentikan Presiden berdasarkan penafsiran :
- Bahwa Presiden didpilih dan diangkat oleh Majelis. Ia adalah mandataris Majelis, Maka Presiden harus bertunduk dan bertanggung jawab kepada Majelis. Presiden wajib menjalankan putusan-putusan Majelis. Apabila Presiden tidak menjalankan putusan-putusan Majelis. Apabila Presiden tidak menjalankan kewajiban atau di dalm menjalankan kewajiban melaksanakan keputusan Majelis tidak sesuai dengan garis-garis besar yang ditetapkan Majelis oleh UUD, maka Majelis dapat meminta pertanggungan jawab kepada Presiden.
- Bahwa pertanggungan jawab Presiden kepada Majelis dilakukan pada akhir masa jabatannya dan dapat pula dalam masa jabatannya (dalam siding istimewa). Hasil penilaian Majelis terhadap pertanggungan jawab Presiden pada akhir masa jabatannya, dapat berakibat Majelis memilih kembali atau tidak memilih kembali. Sedang hasil penilaian Majelis terhadap pertanggungan jawab Presiden dalam masa jabatannya, (dalam siding istimewa) dapat mengakibatkan pencabutan mandat/pemberhentian Presiden dalam masa jabatannya, atau tidak mencabut mandate tersebut, manakala anggapan bahwa Presiden sungguh melanggar Haluan Negara itu terbukti tidak benar.
Berdasarkan penafsiran inilah kiranya maka MPR menetapkan mempunyai wewenang untuk “mencabut mandate dan memberhentikan Presiden dalam masa jabatannya, apabila Presiden/Mandataris sungguh-sungguh melanggar haluan Negara atau UUD”. Dengan demikian Presiden hanya diberhentikan dalam masa jabatannya menakala terhadap keadaan luar biasa (istimewa) dan dilakukan dalam siding istimewa. Sebagai lembaga yang mengangkat Presiden, Majelis dapat pula memberhentikan Presiden karena permintaan sendiri atau berhalangan tetap, sebelum habis masa jabatannya. Maka pada dasarnya menurut UUD 1945 masa jabatan Presiden sudah tetap yaitu 5 tahun (fixed executive), kecuali terdapat hal-hal atau keadaan trtentu, Majelis mempunyai wewenang atau dapat memberhentikan Presiden sebelum habis masa jabatannya.
Dari ketentuan di atas maka tampak bahwa Presiden merupakan pelaksana putusan-putusan Majelis, karena ia adalah mandataris Majelis. Sehingga terdapat hubungan “subordinasi” antar MPR dan Presiden. Presiden tidak neben, tetapi tetap untergeornet kepada Majelis.
3. Hubunga Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat.
Presiden dan DPR merupakan dua Lembaga Tinggi Negara yang mempunyai kedudukan berdampingan sederajat. Presiden merupakan pihak eksekutif dan DPR merupakan pihak legislatif. Kedua Lembaga Negara tersebut kedudukannya di bawah MPR. Apabila Presiden adalah mandataris Majelis, maka DPR (dalam hal keanggotaanya) merupakan bagian dari Majelis.
Penjelasan UUD 1945 merumuskan hubugan Presiden dan DPR sebagai berikut : “Disampinya Presiden adalah DPR. Presiden harus mendapat persetujuan DPR untuk membentuk undang-undang (Gesetgebung) dan untuk menetapkan anggaran dan pendapatan belanja Negara (Staat begrooting). Oleh karena itu Presiden harus bekerja sama dengan Dewan, akan tetapi Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan, artinya kedudukan Presiden tidak tergantung daripada Dewan. Presiden mangangkat dan memberhrntikan Menteri-menteri Negara. Menteri-menteri itu tidak bertanggung jawab kepada DPR. Kedudukannya tidak tergantung kepada Dewan, tetapi tergantung daripada Presiden. Meskipun kepala Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR, ia bukan dictator, ia bertanggung jawab kepada MPR. Kecuali itu ia harus memperhatikan sunguh-sungguh suara DPR. Kedudukan DPR adalah kuat. Dewan ini tidak bisa dibubarkan oleh MPR. (berlainan dengan sistem parlementer). Kecuali itu anggota-anggota DPR semuanya merangkap menjadi anggota Presiden. Oleh karena itu DPR senantiasa dapat mengawasi tindakan-tindakan Presiden jika Dewan menganggap bahwa Preiden sungguh melanggar haluan Negara yang telah ditetapkan oleh UUD atau oleh MPR, maka Majelis itu dapat diundang untuk persidangan istimewa agar bisa minta pertanggungan jawab kepada Presiden.”
Dengan demikan antara Presiden dan DPR terdapat suatu hubungan partnership dalam melaksanakan tugas-tugas legislatif dan penetapan anggaran pendapatn dan belanja Negara, Yang dituangkan dalam bentuk undang-undang. Oleh kaena itu antara Presiden dan Dewan harus terjalin kerjasama terus-menerus dan adanya saling pengertian. Maka dalam sistem UUD 1945, Presiden tidak dapat membubarkan Dewan, dan sebaliknya Dewan tidak dapat menjatuhkan Presiden dan Menteri-menteri sebagai pembantu Presiden. Dalam menjalankan tugas-tugas eksekutif, Presiden dan para Menteri mendapat pangawasan dari DPR, akan tetapi tingkat pengawasan ini tetap terikat hubungan partnership, sehinggadalam sistem UUD 1945 tingkat pengawasan itu tidak sampai padakewenangan meminta pertanggungan jawabyang mengakibatkan jatuhnya Presiden dan para Menteri oleh DPR. Dalam kenyataan/praktek tingkat pengawasan ini dapar berupa meminta keterangan dan penjelasan dari pihak eksekutif tentang kebijaksanaan yang dilakukan dengan menggunakan beberapa hak yang dimiliki Dewan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dari sinilah Nampak penerapan asas kekeluargaan yang dianut UUD 1945.
Selanjutnya meskipun Menteri-menteri tidak bertanggung jawab kepada Dewan, akan tetapi karena para Menteri inilah yang menjalankan kekuasaan pemerintahan (pouvoir executief) dalam praktek, maka yang banyak berhubungan dengan DPR adalah para Menteri, baik dalam pembuatan undang-undang, penetapan APBN maupun dalam menjelaskan kebijaksanaan-kebijaksanaan Pemerintah. Sedang Presiden berhubungan dengan Dewan secara formal (dalam praktek) pada waktu penyampaian rencan APBN pada tiap-tiap awal tahun, sekaligus menyampaikan kebijaksanaan Pemerintah pada tahun anggaran tersebut, serta pada pidato kenegaraan menjelang hari ulang tahun Proklamasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar